Sabtu, 21 November 2015

PUISI RUMPUT

Prolog

Percayalah, masa muda takkan pernah kembali
Hidup di alam kepalsuan duniawi
ibarat mengurai benang kusut, kata al-Ghazali
adalah peluang emas umur waktu yang diberikan
kata Soeharto
Pujangga pun mengata sama
Nabi yang mulia pernah mengeluarkan sabda pemula
Dan kesemua itu ditegaskan pula dalam kitab suci akhir zaman
Dalam seruan pemilik alam
É
Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal. (Q.S. Al-Mukmin:39)

Kesemua itu bukan mainan kosong kata-kata
Dan bukan pula bualan dunia
Dan memang itulah realita
Kini tinggal dari sudut pandang kita dalam mengambil makna
Apakah dari tirai kekesatan hati?
Atau dari kesadaran nurani insan lemah
Yang terpuruk dalam keberadaan menerima tanggungjawab pemangku khalifah di muka bumi





BAPAK
:
Anak ku!
Kenapa permadani hijau kau ubah hitam
Lalu, mengapa kini baru kau mengeluh diam
Anak ku!
Cucu dan keturunan ku, kemana mereka berteduh
Kubur ku kau buatkan jendela-jendela indah
Sementara…Kau lupakan kelangsungan hidup mereka
Aku sudah mati
Aku bahagia di sini
Aku khawatirkan kamu
Aku risaukan cucu ku
Tlah lama ku berjuang mengusir penjajah
Kau malah menjadi kacung kembali
Sesudah bebas merdeka



ANAK
:
(Bangun terhenyak…)
Tidak, tidaaaaak (memecah kesunyian malam. Diam tepekur memandang langit-langit…Berdo’a)
Wahai pemilik sejuta permadani
Wahai penguasa segala makhluk
Hamba bentuk kebodohan
Hamba lukisan kekerdilan
Hamba silau harta
Hamba tertusuk gemerlap dunia
Ampunilah segala kekeliruan
(Tertunduk, merapatkan wajah…sujud tepekur)

SEORANG PEMUDA DENGAN DANDANAN NYENTRIK DAN PEMUDI SERONOK

PEMUDA
:
Ha…ha…ha
Tak kan ada lagi orang yang berani menghina ku
Dulu Aku gembala
Sekarang Aku kaya raya, ha…ha…ha
Siapa tak taat pada ku
Siapa tak hormati Aku
Aku punya segala kuasa
Aku dapat memuaskan nafsu ku
Wanita? Hk…
Sorga dunia ku
Arak? Hk…
Tembang kenikmatan mimpi

PEMUDI
:
Dulu Aku diacuhkan karena Aku penyakitan
Dulu Aku disisihkan  karena Aku anak bajingan
Aku manusia…sama seperti kalian
Manusia-manusia sok suci!
Yang hanya mencela dan menyebar fitnah
Aku menjadi liar karena tidak ada yang memperhatikan
Aku tumbuh binal dalam lingkungan jalanan
Aku tidak peduli
Yang penting bagi ku kini bagaimana Aku hidup
Dan membalas sakit hati
(Tertunduk, lalu menangis…)



PAK TUA
:
(Mengenakan pakaian lusuh)
Aku benci kepada ketidak-adilan
Mengapa Aku disalahkan
Aku hanya mengambil bagian  ku
Yang ada padanya
Tapi kenapa Aku dipenjarakan



IBU TUA
:
(Dengan keranjang di punggung)
Suami ku…!
Anak-anak mu tak tahu malu


Mereka berebut harta sepeninggal mu
Lalu Aku dicampakkan
Aku tertatih di tepian
Mereka saling berbunuhan
Si Sulung ke alam baka
Si Bungsu menyusul mu
Dan harta mu habis di meja judi
Karena ketamakan saudara mu
Aku hidup memulung sisa

DUA ORANG ANAK KECIL



ADIK
:
Kak…!
Sekarang rumah-rumah jadi gedung, ya!
Mungkin ini namanya kemajuan negeri
O, ya, Kak, betulkah demikian…
Aku tidak lagi bisa bebas bermain
Katanya kalau Aku masuk takut kotor
Jijik melihat ku
Pepohonan sudah tiada
 Tak bisa kita memanjat lagi



KAKAK

:
Ingat pesan Ibu, Dik !
Belajar yang baik agar bisa seperti mereka
Tapi… untuk makan pun kita susah
Darimana biaya  jika kita akan sekolah
(menatap kosong ke depan)



SONG


“Balada Rumput”

Aku di tengah padang gembala
Dinikmati berjuta domba
Aku diinjak kaki sang Penggembala
Mungkin suratan bagi diri ku

Ku terpaku diam membisu
Bawa lamunan sesali diri
Karena bodoh belenggu jiwa
Pandangan picik kehidupan
Ditipu dihina
Jadi bahan tawaan
Karena aku orang yang papa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar