Minggu, 22 November 2015

SEBUAH CATATAN (CIHINGKIK, 29 JUNI 1995)

Sore ini adalah sore yang indah. Nyanyian merdu alam begitu menyentuh perasaan yang telah lama gersang dilanda kesunyian. Tetapi, mengapa semua ini harus kutinggalkan?
Segalanya tak akan selalu sama, dan semua ini menjadi tanda bahwa kehidupan akan terus ditandai berbagai macam rasa. Rasa sedih, senang, susah dan gembira. Hal ini berlaku bagi semua makhluk yang berada di dunia. Maka, alangkah sayang apabila kita terlalu larut didalam kesedihan karena esok atau lusa mungkin kita akan gembira.
Desah dedaunan kian lelah ditiup angin, namun tak jemu mengiringi tembang kehidupan. Aku terduduk di tepi jalan sambil teriak. “Maafkan, maafkan atas kebodohan ku Tuhan.”
Penuhilah janji, penuhi
Penuhi agar lelah mu berhenti
Ingkari, ingkarilah nafsu mu
Selagi kau kerap dicumbunya
Hari ini atau esok adalah bukan hari kemarin
Hari ini kau berkarya untuk hari esok dan
Menghapus noda hari kemarin
Potong, potonglah kompas kejahilan
Karena itulah yang membawa kesengsaraan
Rindu mu nan palsu jangan kau turutkan
Karena itu yang kan membunuh asa cita mu
Tenaga mu sangat dibutuhkan
Bukan untuk kemubadziran
Simpanlah untuk suatu ketika digunakan
Mengamal bajik mencegah munkar

Peraduan biru hari kemarin telah berkubang darah. Tak ada lagi kapas putih karena semua telah hitam menggambar darah beku. Tangisanmu usah sia-sia tanpa berusaha mengubah noda dengan ketaatan mengiring perintah Tuhan.
Ruang arca kita semakin disorot penuh debu. Tak lagi kita dapat menghirup udara segar. Semuanya telah masuk ke jantung dan otak tanpa kita dapat berbuat apa-apa. Dan para tetangga pun tidak akan pernah perduli tentang kita karena mereka pun sibuk dengan urusannya yang terus memburu dunia.

Tak lagi kita bisa nikmat bermandi cahaya lentera karena semua atau sebagian dari kita menyukai kegelapan. Otot dan otak kita kadang terasa ngilu mendengar khotbah dan ceramah agama yang selalu menyinggung dan memojokkan segala apa yang telah kita perbuat, sampai kita muak dan selalu menutup jendela dan mata hati kita. Biarlah biar karena kita suka gelap dan nanti akan diganjar dengan lentera yang tak pernah padam dan selalu temaram dengan api yang selalu menjilat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar